Mounture.com — Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berhasil mengungkap pelaku perdagangan satwa liar dilindungi di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan (PPH) Sustyo Iriyono, menuturkan bahwa keberhasilan penangkapan ini berawal dari hasil penelusuran Tim Siber Patrol Perdagangan TSL secara daring (online). Penelusuran tersebut dilakukan oleh Gakkum KLHK dan Balai Besar KSDA Jawa Barat terhadap akun Trisna Lasmana yang memperdagangkan satwa liar dilindungi melalui media sosial sejak Mei 2020.
“Kami akan terus meningkatkan pemantauan aktivitas perdagangan satwa dilindungi online melalui Siber Patrol untuk mendeteksi dini kejahatan perdagangan illegal TSL di dunia maya dan memberantas serta mengungkapkan jaringan hingga ke akarnya,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriyono dalam keterangan tertulis.
Dalam penangkapan tersebut ditemukan barang bukti berupa satu ekor Surili, jenis kelamin Jantan (Presbytis comata) usia sangat muda (4-5 bulan) dan satu ekor Lutung Jawa, jenis kelamin Betina (Trachypithecus auratus) usia sangat muda (4-5 bulan).
Dalam penangkapan itu, Gakkum KLHK yang didukung BBKSDA Jawa Barat dan Reskrim Kepolisian Resor Garut berhasil mengamankan pelaku berinisial TL (23 tahun) di Harumansari, Kadungora, Garut. Kemudian tim melakukan pengembangan dan berhasil mengamankan inisial JL di Babakan Peuteuy, Cicalengka, Bandung.
Saat ini pelaku telah diamankan dan dilakukan pemeriksaan oleh Tim PPNS guna proses lebih lanjut. Sedangkan barang bukti diamankan dan dititip rawatkan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa The Aspinall Fondation – Ranca Bali Patuha Bandung.
Berdasarkan keterangan sementara dari pelaku, satwa liar dilindungi yang diperdagangkan satwa liar jenis Surili rencana dijual seharga Rp1,4 juta sedangkan Lutung Jawa dihargai Rp700 ribu.
Selanjutnya, para pelaku akan dijerat melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf b jo Pasal 40 ayat (2), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. (MC/RIL)
Foto: dok. KLHK