Mounture.com — Setiap tahun angka kecelakaan dengan kematian saat melakukan pendakian ke gunung terus meningkat. Melansir dari data Cymatiq, sejak periode 1 Januari 2013 – 14 Agustus 2020 tercatat sebanyak 88 kematian yang terjadi pada pendakian ke gunung.
Dari angka kecelakaan dengan kematian di gunung per kelompok umur lebih banyak terjadi di rentang usia 18-24 tahun, sebanyak 34 kematian atau 39 persen. Disusul, rentang usia 25-35 tahun sebanyak 23 kematian atau 26 persen. Adapun penyebab terbanyak dari angka kematian itu disebabkan oleh hipotermia sebanyak 20 kasus, diikuti tersesat di gunung sebanyak 14 kasus, dan terjatuh sebanyak 14 kasus.
Salah satu penggiat alam bebas, Willy Kurniawan melalui akun instagramnya (@willykurniawanid) memberikan tanggapan terkait kecenderungan peningkatan angka kematian saat pendakian ke gunung. Menurutnya, ada 5 hal yang bisa di analisa, di mana dia setiap minggu melihat langsung bagaimana perilaku pendaki saat ini.
“Kurangnya pembekalan ilmu pengetahuan berkegiatan di alam, fisik dan mental yang belum mumpuni, malas mencari informasi yang sebenarnya mudah didapat, tidak mengetahui SOP pendakian, apalagi bisa memahami, dan hasrat, ego, euforia yang berlebihan saat berkegiatan di alam menjadi tren,” ungkap dia, baru-baru ini.
Dia pun memberikan solusi, yaitu untuk rajin melakukan browsing sebelum melakukan pendakian dengan berbagai sumber. “Jangan lupa difilter bacaannya, jangan telan mentah-mentah,” tuturnya.
Kemudian, lanjut dia, ikuti camping edukasi yang diselenggarakan komunitas. “Kalau cukup berani ya coba ikut pendidikan dasar di organisasi-organisasi pecinta alam, ikuti pelatihan yang diselenggarakan seperti survival, navigasi, dan lain-lain,” terang Willy.
“Bergabung juga di grup-grup yang ada di media sosial yang banyak edukasinya. Belajar sejarah, cari tau siapa tokoh-tokoh petualangan di Indonesia, datangi, silaturahmi, gali pengalamannya, mendakilah dengan orang yang lebih berpengalaman dan berilmu. Kalau cuma sering naik gunung belum tentu juga berilmu, pilih yang benar,” tukas dia.
“Baca tentang kode etik pecinta alam. Setidaknya bisa menjadi panduan dan pedoman menjadi penggiat alam yang bertanggung jawab,” tambahnya. (MC/RIL)