Bukan Sekadar Eksis, Pengetahuan dan Pengalaman Penting untuk Pendakian

Mounture.com — Kalau lo lihat Instagram atau TikTok, pendakian gunung sering kali direduksi jadi sekadar foto puncak dengan pose keren atau sunrise yang aestetik.

Tapi di balik itu, ada ribuan cerita pendaki yang tersesat, hipotermia, atau bahkan meninggal karena kurang persiapan. Nah, di sinilah pengetahuan dan pengalaman mendaki jadi game changer, tapi sayangnya, masih banyak yang meremehkan.

Pengetahuan: Senjata Utama Buat Nggak Jadi Beban

Lo nggak akan bawa smartphone tanpa charger, kan? Nah, mendaki tanpa pengetahuan itu sama bodohnya. Hal-hal dasar seperti:

– Navigasi: Baca peta, kompas, atau GPS. Jangan cuma ngandalin trail yang “katanya” jelas.

– Pertolongan pertama: Keseleo, altitude sickness, atau luka bisa jadi bahaya kalo lo nggak tau cara nanganinnya.

– Kondisi gunung: Musim hujan? Jalur longsor? Temperatur minus? Pengetahuan ini bisa bedain antara pendaki smart dan pendaki yang cuma nekat.

Banyak pendaki pemula yang mikir, “Ah, nggak perlu belajar, ikut teman aja!” padahal, teman lo juga bisa tersesat atau panik saat keadaan darurat.

BACA JUGAMbok Yem: Penjaga Rasa dan Cerita di Puncak Gunung Lawu

Pengalaman: Nggak Bisa Dipelajari dari YouTube atau TikTok

Teori itu penting, tapi pengalaman lapangan nggak bisa digantikan. Kenapa? Karena alam nggak pernah 100% bisa diprediksi.

Sebagai contoh lo bisa baca tentang hypothermia, tapi nggak akan paham betapa cepatnya kedinginan bisa membunuh sampai lo merasakan angin gunung yang biting di ketinggian.

Contoh lainnya, lo bisa hafal teknik river crossing, tapi nggak akan tahu kekuatan arus sungai sebelum lo benar-benar mencobanya.

Pengalaman juga ngajarin lo untuk improvisasi, karena sering kali, rencana pendakian nggak sesuai ekspektasi.

Dampak Sosial: Kalau Lo Nggak Siap, Lo Bikin Masalah Buat Orang Lain

Ini yang sering dilupakan. Pendaki yang nggak punya pengetahuan dan pengalaman cenderung nyampah karena nggak ngerti leave no trace, memaksa rescue karena tersesat atau cedera padahal tim SAR juga taruh nyawa buat evakuasi lo, serta merusak ekosistem karena nggak tau etika berkemah atau mengambil air.

Jadi, mendaki itu nggak cuma tentang lo sendiri, tapi juga tanggung jawab ke alam dan komunitas pendaki lain.

Kesimpulan: Jangan Jadi Pendaki Instagenic Doang

Gunung itu indah, tapi juga kejam. Pengetahuan dan pengalaman nggak cuma bikin lo selamat—tapi juga bikin pendakian jadi lebih enjoy dan bermakna.

Jadi, sebelum packing buat hiking, luangkan waktu buat belajar, ikut pelatihan, atau cari mentor. Jangan sampai puncak terakhir lo jadi… kecelakaan.

Adventure is worthwhile, but stupidity is not,” kata orang bijak yang masih hidup sampai sekarang.

(mc/ril)