
Karung berisi sampah hasil dari bersih gunung di TN Gunung Gede Pangrango pada (17-19/9/2023) – Foto: TNGGP
Mounture.com — Naik gunung itu udah jadi gaya hidup baru, ya nggak? Tiap akhir pekan, sosial media penuh sama foto-foto orang di puncak, tangan terbuka, mata merem, caption-nya “healing dulu” atau “di atas awan”.
Sebenarnya sih nggak masalah sama itu, malah ikut seneng, di mana makin banyak yang sadar pentingnya hubungan manusia sama alam. Tapi, yang bikin heran, kenapa makin banyak juga sampah berserakan di jalur pendakian?
Ini bikin jadi miris. Alam yang harusnya jadi tempat kita mencari ketenangan, justru dipenuhi sampah hasil tangan kita sendiri. Mulai dari bungkus makanan, botol plastik, tisu basah, sampai… maaf nih, pembalut yang ditinggal begitu aja tanpa malu. Lah, gimana ceritanya healing dari masalah hidup, tapi ninggalin masalah baru buat alam?
Gunung Bukan Tempat Sampah
Harus diakui, kesadaran sebagian pendaki masih rendah banget. Banyak yang menganggap remeh: “Ah, sampahku cuma satu bungkus mie doang.” Tapi kalau semua mikir gitu? Hitung aja, 1.000 pendaki sebulan, masing-masing buang satu bungkus. Udah 1.000 bungkus numpuk di gunung, belum yang dibuang di spot camping, di jalur, di pos… Lengkap, kayak pasar mini.
Gunung itu bukan tempat sampah. Itu rumahnya flora dan fauna. Tempat air bersih bermula. Tempat paru-paru dunia bekerja. Tapi kalau tiap akhir pekan dia harus nerima ‘oleh-oleh’ dari kita berupa plastik, logam, dan sisa makanan, lama-lama dia nggak kuat juga. Mau sampai kapan kita bersikap seolah-olah alam itu pelayan hotel yang bersihin semua kekacauan kita?
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada 2021, tercatat rata-rata 1 pendaki menghasilkan 0,5 – 1 kilogram sampah per perjalanan.
Bahkan data dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada 2020 mencatat sampah yang dihasilkan per minggu saat musim pendakian mencapai 1,5 ton. Bayangkan, gimana nggak makin kotor gunung yang harusnya jadi tempat paling bersih.
BACA JUGA: Polemik Pendaki FOMO: Naik Gunung demi Feed, Bukan Esensi?
Edukasi Itu Penting, Tapi Tegas Juga Perlu
Sering denger orang bilang, “Edukasi aja dulu, jangan main marah-marah.” Oke, edukasi penting. Tapi kalau udah berkali-kali disampaikan dan masih bandel juga? Ya, udah saatnya lebih tegas.
Beberapa jalur pendakian udah mulai menerapkan sistem “trash in – trash out”, bahkan ada yang minta pendaki bawa turun sampah orang lain juga. Salut buat yang kayak gini!
Tapi tetap, pengawasan harus diperkuat. Misalnya, cek barang bawaan saat masuk dan keluar. Kalau bawa 5 botol minum pas naik, ya pas turun harus 5 botol juga—kosong pun nggak apa-apa, yang penting dibawa pulang.
Dan yang penting, kita sebagai sesama pendaki juga harus berani negur kalau lihat ada yang buang sampah sembarangan. Nggak usah takut dibilang sok suci. Lebih baik sok jaga alam daripada diam tapi malah merusak.
BACA JUGA: 5 Taman Nasional Terluas di Indonesia, Surga Alam yang Mendunia
Niat Naik Gunung: Buat Apa Sih?
Ini pertanyaan penting juga: lo naik gunung buat apa? Buat gaya-gayaan? Buat feed Instagram? Atau emang buat nyatu sama alam dan ngerasain kesederhanaannya?
Kalau lo naik cuma buat gaya, terus ninggalin sampah, mending nggak usah naik sekalian. Serius. Karena gunung bukan cuma tentang sampai puncak.
Gunung ngajarin kita tentang rasa hormat, tentang rendah hati, tentang tanggung jawab. Nggak ada yang namanya “naik gunung tapi nyampah”, karena dua hal itu saling bertolak belakang.
Yuk, Jadi Pendaki yang Nggak Cuma Kuat Fisik
Jangan bangga cuma karena udah taklukin gunung-gunung tinggi. Banggalah kalau lo bisa ninggalin jejak tanpa meninggalkan sampah. Jadi pendaki yang bukan cuma kuat fisik, tapi juga punya kesadaran dan empati terhadap alam.
Mulai dari yang kecil aja. Bawa kantong sampah sendiri. Minimalkan bawa barang sekali pakai. Edukasi teman pendakian. Dan yang paling penting: jaga sikap. Karena alam nggak butuh pendaki hebat. Alam butuh manusia yang bisa menghargai.
Gunung nggak minta banyak, kok. Dia cuma pengen dihormati. Dan salah satu bentuk hormat paling sederhana adalah dengan nggak ninggalin jejak buruk. Jadi, lain kali kalau lo naik gunung, inget: bawa pulang kenangan, bukan sampah.
(mc/ls)