
Foto: Mounture.com/Wahyu
Mounture.com — Triangulasi Puncak Argopuro, yang dikenal juga sebagai Tugu Premier, pernah menjadi bagian penting dari sejarah pemetaan Hindia Belanda.
Tugu ini merupakan salah satu dari 915 titik triangulasi utama yang dibangun pada masa kolonial, membentang dari Sumatra bagian selatan, melewati Jawa dan Madura, hingga titik terakhir di Pulau Labuhan, Banyuwangi, Jawa Timur.
Namun sangat disayangkan, keberadaan fisik Tugu Triangulasi Argopuro kini tidak lagi ditemukan. Padahal, keberadaannya dahulu merupakan bagian dari sistem pemetaan paling akurat pada zamannya.
Sejarah Pembangunan Tugu Triangulasi di Hindia Belanda
Pembangunan jaringan triangulasi di era kolonial berlangsung secara bertahap antara tahun 1860 hingga 1930, sebagai bagian dari proyek pemetaan besar-besaran oleh pemerintah Hindia Belanda. Sistem ini terbagi dalam beberapa tingkatan:
1. Tugu Triangulasi Primer (Orde 1)
Tugu ini adalah yang paling utama dan paling akurat dalam sistem pengukuran. Biasanya terletak di puncak gunung, namun ada juga yang berada di dataran rendah. Tugu Primer memiliki jarak antar titik yang sangat jauh, bahkan bisa mencapai puluhan kilometer.
2. Tugu Triangulasi Sekunder (Orde 2)
Tingkat ketelitiannya berada di bawah Tugu Primer. Lokasinya banyak ditemukan di perbukitan, dataran rendah, atau bahkan puncak gunung seperti di Gunung Merbabu. Jarak antar tugu berkisar belasan kilometer.
BACA JUGA:
Rekomendasi Lokasi Study Tour Edukatif untuk Liburan Sekolah
Penampakan Burung Merak Hijau di Gunung Argopuro
3. Tugu Triangulasi Tersier (Orde 3)
Dibangun dengan tingkat akurasi di bawah Sekunder, tugu ini memiliki jarak antar titik sekitar 1–10 km, dan banyak ditemukan di wilayah yang lebih mudah dijangkau.
4. Tugu Quarter (Orde 4)
Tugu dengan tingkat akurasi paling rendah dan jarak antar titik hanya 1–5 km. Meski demikian, keberadaannya tetap penting dalam sistem pemetaan pada masa itu.
Argopuro: Titik Strategis yang Terlupakan
Sebagai bagian dari jaringan Tugu Triangulasi Primer, keberadaan tugu di Puncak Argopuro sangat vital dalam menentukan titik koordinat dengan ketelitian tinggi di wilayah pegunungan Jawa Timur. Namun saat ini, jejak fisiknya telah hilang tanpa jejak, baik karena faktor alam maupun aktivitas manusia.
Kehilangan ini tentu menjadi catatan penting dalam upaya pelestarian warisan geospasial sejarah, yang dulu menjadi dasar pemetaan modern.
Selain itu, hilangnya tugu ini mengingatkan kita akan pentingnya pelestarian situs-situs geodetik sebagai bagian dari sejarah ilmiah Indonesia.
Sumber referensi historis: “Die Triangulation Von Java”
(mc/ril)