
Ilustrasi Camping
Mounture.com — Dulu, kalau dengar kata camping, yang kebayang pasti tidur beralaskan matras tipis, masak mi instan di kompor portable, dan bangun pagi-pagi gara-gara suara ayam atau dingin yang nusuk tulang.
Tapi sekarang? Camping sudah berubah jadi gaya hidup. Ada kasur empuk, kopi susu gula aren literan, bahkan colokan listrik di dalam tenda. Welcome to the era of glamping and camping ground kekinian!
Nginep di Alam, Tapi Instagramable
Sekarang, banyak anak muda yang rela menempuh 2–3 jam perjalanan dari kota cuma buat nginep semalam di camping ground yang view-nya cakep. Nggak sekadar tidur di tenda, tapi juga healing, konten, dan (katanya) ngisi energi batin.
Entah itu di Lembang, Bogor, Puncak, atau di kaki-kaki gunung seperti di Sembalun, Sindoro, atau Arjuno, camping ground menjamur dengan konsep unik. Ada yang konsepnya eco village, ada yang tema “bohemian”, bahkan ada yang camping sambil nonton layar tancap.
Camping Ground: Solusi Tengah Antara Alam dan Nyaman
Camping di gunung emang keren, tapi nggak semua orang siap dengan rute nanjak dan cuaca ekstrim. Nah, camping ground jadi solusi tengah.
Tetap bisa menikmati alam, tapi fasilitasnya lengkap. Ada kamar mandi bersih, dapur bersama, bahkan WiFi. Beneran deh, ini bukan lagi sekadar berkemah, tapi lebih kayak bawa kamar kos ke tengah hutan.
Menurut data dari situs pemesanan tempat wisata, pencarian kata kunci “camping ground” meningkat hingga 60% sepanjang 2024. Ini menunjukkan kalau tren camping bukan cuma sesaat. Bahkan, beberapa tempat harus buka waiting list karena penuhnya antusiasme.
BACA JUGA: Mengenal Jalur Pendakian Gunung Rinjani via Torean: Indah Tapi Penuh Tantangan
Tenda Bukan Lagi Sekadar Tenda
Tenda zaman sekarang juga nggak main-main. Ada tenda dome besar buat keluarga, tenda safari ala Afrika, sampai tenda transparan buat bintang-an.
Biayanya? Bervariasi. Mulai dari Rp100 ribuan per malam untuk tenda standar, sampai jutaan rupiah buat yang premium lengkap dengan kasur queen size dan breakfast.
Healing Tapi Tetap Butuh Etika
Meski kesannya santai, tapi camping (di manapun) tetap butuh etika. Kadang ada saja pengunjung yang bawa speaker portable untuk nyetel musik keras tengah malam, buang sampah sembarangan, atau ngerusak spot foto demi konten.
Ini yang bikin vibe camping bisa rusak. Kita pengen “menyatu dengan alam”, tapi jangan sampai malah ninggalin jejak sampah dan polusi suara.
Secara keseluruhan, camping udah bukan aktivitas anak pramuka doang. Sekarang, ini sudah jadi bagian dari gaya hidup urban yang haus ketenangan tapi ogah ribet.
Mau healing tapi tetap bisa bikin konten? Camping ground jawabannya. Tapi ingat, jangan cuma gaya, bawa juga kesadaran. Alam bukan cuma tempat singgah, tapi rumah yang harus dijaga.
Karena sejatinya, camping yang paling keren itu bukan soal seberapa estetik spot foto kita, tapi seberapa kecil jejak yang kita tinggalkan.
(mc/ls)