Begini Cara Ukur Tinggi Gunung Berdasarkan MDPL

Puncak Gunung Rinjani – Foto: Mounture.com/Agus

Mounture.com — Bagi Anda yang sering melakukan pendakian ke gunung, mungkin sudah tidak asing dengan sebutan MDPL atau meter di atas permukaan laut.

MDPL atau elevasi ini sering menjadi patokan tinggi dari gunung-gunung yang didaki, bahkan menjadi bahan untuk dijadikan plakat sebagai petunjuk puncak gunung untuk berfoto.

Tapi tahukah Anda, bagaimana cara MDPL itu diukur? Dikutip dari akun instagram resmi Badan Informasi Geospasial (@infogeospasial), dijelaskan bahwa pengukuran MDPL dilakukan menggunakan beberapa metode dan alat.

Dijelaskan bahwa sekitar 1400 tahun sebelum masehi, konsep pengukuran tanah telah dilakukan untuk keperluan perpajakan. Di Indonesia, pada jaman kolonial melakukan pengukuran tanah terutama pengukuran tinggi dilakukan dengan berbagai macam peralatan.

BACA JUGA: Klasifikasi Tipe Gunungapi di Indonesia

Seiring dengan kemajuan teknologi ada beberapa cara mengukur ketinggian, yakni pengukuran tinggi barometris, pengukuran tinggi optis, dan menggunakan teknologi satelit.

Untuk pengukuran tinggi barometris memiliki cara pengukuran yang mudah, namun hasil tidak akurat. Sebab, pengukuran memanfaatkan tekanan udara di daerah sekitar, semakin tinggi suatu tempat, tekanan udara semakin berkurang.

Sementara pengukuran tinggi optis, cara ini membutuhkan waktu yang lama dengan hasil akurat. Pengukuran ini menggunakan alat ukur sipat datar atau levelling.

Konsep ini seperti melakukan pengukuran dengan penggaris, yaitu mengukur dari permukaan laut ke titik yang dituju.

Titik 0 yang digunakan untuk pengukuran tinggi MDPL adalah rata-rata permukaan air laut atau Mean Sea Level (MSL) yang diukur menggunakan pengukuran kontinu naik turunnya permukaan air laut berdasarkan stasiun pengamatan pasang surut di pantai.

BACA JUGA: Beberapa Kapal Tradisional Asli Indonesia

Saat ini, Badan Informasi Geospasial mempunyai 292 stasiun yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sedangkan untuk pengukuran menggunakan teknologi satelit, dengan adanya teknologi ini maka mempermudah untuk melakukan pengukuran 3 dimensi (Lintang, Bujur, Tinggi) secara cepat dengan akurasi tinggi.

Global Navigation Satellite System (GNSS) atau populer disebut Global Positioning System (GPS) yang digunakan untuk mengukur di atas permukaan tanah mempunyai tipe yang berbeda-beda tergantung dari level akurasi yang diinginkan.

Untuk keperluan yang lebih teliti, misalnya untuk engineering, kebencanaan, mapping, geological survey, dan seterusnya, tidak cukup hanya dengan mengandalkan tinggi dari GNSS.

Oleh sebab itu, untuk keperluan yang membutuhkan tingkat ketelitian dan kedetilan serta safety tinggi maka diperlukan satu konversi lagi yaitu Geoid.

Geoid ini menggunakan rumus, H merupakan tinggi sebenarnya, h merupakan tinggi dari GNSS, dan N merupakan tinggi Geoid. Rumusnya H= h-N.

Indonesia sendiri telah memiliki tinggi Geoid yang siap digunakan oleh siapa saja secara mudah, yaitu inageoid2020 yang bisa diakses melalui srgi.big.go.id.

(mc/ril)