
Mounture.com — Bagi sebagian pendaki, tisu basah dianggap sebagai perlengkapan praktis untuk membersihkan diri saat berada di alam terbuka. Namun, banyak taman nasional dan pengelola jalur pendakian kini melarang penggunaan tisu basah di gunung.
Larangan ini bukan tanpa alasan. Ada sejumlah dampak lingkungan yang serius dari penggunaan tisu basah yang sering kali tidak disadari pendaki.
1. Tisu Basah Tidak Bisa Terurai secara Alami
Berbeda dengan tisu kertas biasa, tisu basah mengandung serat sintetis berbahan polyester atau polypropylene. Bahan-bahan ini tidak dapat terurai secara alami, bahkan butuh puluhan hingga ratusan tahun untuk terdegradasi. Ketika dibuang sembarangan, tisu basah menjadi sampah jangka panjang yang mengotori jalur dan area perkemahan.
2. Mengandung Mikroplastik
Karena dibuat dari plastik, tisu basah ketika terurai akan pecah menjadi mikroplastik. Partikel kecil ini mudah terbawa angin atau air, lalu mencemari ekosistem gunung. Mikroplastik dapat menempel di tanah, masuk ke aliran air, dan mengganggu organisme kecil yang hidup di sekitar lingkungan pegunungan.
3. Mengandung Bahan Kimia yang Berbahaya bagi Alam
Tisu basah biasanya mengandung pewangi, pengawet, alkohol, hingga surfaktan. Saat dibuang di tanah, kandungan kimia ini dapat mencemari lingkungan dan berpotensi memengaruhi kualitas sumber air yang ada di gunung. Padahal, banyak satwa liar dan pendaki bergantung pada sumber air alami tersebut.
BACA JUGA: Menyusuri Sungai Alas: Tantangan dan Pesona di Jalur Pendakian Gunung Leuser
4. Sering Dibakar Pendaki — Padahal Berbahaya
Beberapa pendaki mencoba “menghilangkan” tisu basah dengan cara dibakar. Padahal, pembakaran tisu basah menghasilkan asap beracun akibat bahan plastik di dalamnya. Selain mencemari udara, tisu basah yang tidak terbakar sempurna akan meninggalkan residu plastik yang tetap bisa mencemari tanah.
5. Menyebabkan Penumpukan Sampah di Gunung
Di banyak gunung populer, petugas sering menemukan tumpukan tisu basah di sekitar camping ground, pos jalur, dan dekat sumber air. Karena tidak bisa hancur, tisu basah menjadi salah satu jenis sampah paling sulit dibersihkan dan sering tertimbun tanah jika tertiup angin.
6. Bertentangan dengan Prinsip Leave No Trace
Pendakian modern mengedepankan prinsip Leave No Trace atau tidak meninggalkan jejak. Penggunaan tisu basah sangat bertentangan dengan prinsip ini karena sifatnya yang sulit terurai dan mudah menumpuk di alam. Pendaki dituntut lebih bertanggung jawab dalam memilih perlengkapan yang ramah lingkungan.
BACA JUGA: Danau Ninivala, “Air Jodoh” di Desa Piliana yang Punya Pesona Mistis dan Keindahan Alami
Agar tetap higienis tanpa merusak alam, pendaki bisa memilih solusi berikut:
– Tisu kering biasa, lebih cepat terurai
– Kain lap kecil yang dapat dicuci ulang
– Air bersih + sabun biodegradable
– Tisu basah biodegradable (serat tanaman) — tetap harus dibawa turun
Intinya, apapun yang dibawa ke gunung wajib dibawa turun kembali, termasuk tisu biodegradable yang klaimnya belum tentu 100% aman untuk alam.
(mc/sr)





