
Ilustrasi – Foto: Mounture.com/Luchito Sangsoko
Mounture.com — Kalau ada satu rahasia traveling di Indonesia yang jarang dibocorkan, itu adalah pergilah saat low season. Bayangin, pantai-pantai yang biasanya penuh tenda, motor ATV, dan orang berpose awkward di depan kamera, mendadak kosong.
Gunung-gunung yang biasanya ramai antrian di pos pendakian, tiba-tiba cuma kamu, kabut, dan suara burung hutan. Hotel-hotel yang biasanya menguras saldo rekening, malah ngasih promo ‘stay 3 nights pay 2’. Surga? Bisa jadi.
Tapi, traveling saat low season memang bukan untuk semua orang. Ini pilihan buat mereka yang nggak takut cuaca jelek, nggak ribet sama itinerary yang fleksibel, atau mau cari pengalaman lebih otentik.
Lantas, kapan low season di Indonesia? Biasanya, low season itu datang pas musim hujan (Oktober – Maret, tergantung daerah), di luar libur nasional dan libur sekolah serta pascalebaran atau habis Natal-Tahun Baru, waktu dompet banyak orang masih kering.
Tiap destinasi punya ‘musim sepi’-nya sendiri. Misal Bali memiliki waktu low season pada Februari – Maret, lalu Labuan Bajo: Januari – Maret.
Lalu Gunung Rinjani: musim hujan ditutup, tapi sebelum ditutup atau awal dibuka biasanya masih sepi. Kemudian Raja Ampat: Juli-Agustus (musim angin tenggara, kurang enak buat diving).
Sedikit gambaran, bahwa sebelum menentukan liburan ada baiknya selalu mengecek prakiraan cuaca, dan event lokal. Sebab, desa kecil bisa mendadak rame karena ada festival tradisional.
BACA JUGA: 7 Destinasi Wisata Keluarga di Indonesia yang Wajib Kamu Kunjungi
Kenapa Traveling Saat Low Season Itu Worth It?
1. Harga Lebih Bersahabat
Hotel, tiket pesawat, tour guide — semua lebih murah. Kadang diskon sampai 50% lebih kalau beruntung.
2. Bebas Overcrowded
Nggak perlu rebutan spot sunrise di Bromo atau booking tempat snorkeling di Gili.
3. Pengalaman Lebih Personal
Ngobrol sama warga lokal jadi lebih santai. Kamu bukan turis ke seratus yang mereka layani hari itu. Mereka pun lebih terbuka cerita-cerita asli tentang daerah mereka.
4. Lebih Dekat ke Alam
Nggak ada gangguan manusia lain. Cuma kamu dan suara alam.
Tapi, ada tantangannya juga seperti cuaca labil, musim hujan berarti siap-siap basah, jalan becek, bahkan kadang akses jalan tertutup longsor. Solusinya adalah dengan membawa raincoat, dry bag, dan mindset ‘nikmati aja’.
Selanjutnya, beberapa tempat tutup, seperti ada gunung yang tutup pas musim hujan (contoh: Rinjani), ada pula resort kecil yang tutup sementara. Lalu, transportasi bisa lebih susah, di manajadwal kapal/transport bisa lebih jarang.
Secara keseluruhan, traveling saat low season bukan buat semua orang, tapi buat yang mau bertualang sedikit lebih liar, sedikit lebih apa adanya, ini pilihan terbaik.
Lebih sunyi, lebih murah, dan sering kali, lebih bermakna. Karena kadang, momen paling berharga dalam perjalanan itu bukan pas langit biru sempurna, tapi justru saat kamu basah kuyup di jalan kecil sambil ketawa bareng teman baru.
(mc/ril)