
Operasi SAR evakuasi jenazah pendaki asal Malaysia yang jatuh di Jalur Torean, Rinjani, beberapa waktu lalu – Foto: instagram/@hailotim
Mounture.com — Di balik serunya ngejar sunrise dan bikin konten “menuju puncak”, ada satu hal yang sering dilupakan yaitu gunung itu bukan tempat main-main. Sekali lengah, taruhannya nyawa. Dan kalau udah kejadian, siapa yang turun tangan? Tim SAR, tentu saja.
Tim SAR gunung itu semacam Avengers-nya dunia pendakian. Bedanya, mereka nggak bisa terbang, tapi bisa naik turun gunung dengan beban berat dan semangat baja.
Kalau ada pendaki yang hilang, sakit, atau naudzubillah, meninggal, mereka yang maju paling depan. Dan bagian paling berat bukan cuma pas nyari, tapi saat harus membawa jenazah turun dari gunung.
Serius deh, proses evakuasi jenazah itu bukan hal sepele. Mereka harus menggotong tubuh yang tak lagi bernyawa melewati jalur terjal, licin, bahkan kadang hujan atau kabut tebal.
Sering kali pakai tandu darurat, sambil tali-temali buat jaga keseimbangan. Bisa butuh waktu belasan jam, bahkan seharian penuh. Satu langkah salah, nyawa mereka juga bisa melayang.
BACA JUGA:
Detail Estimasi Biaya Transportasi Umum ke Gunung Arjuno dari Jakarta
Catat! Ini 8 Syarat Wajib Pendakian Gunung Semeru
Dan mereka tetap jalan. Dengan peluh dan doa, mereka bawa pulang orang yang bahkan tak mereka kenal, hanya karena itu tugas kemanusiaan.
Bukan buat konten, bukan buat pujian. Tapi karena mereka tahu: di bawah sana, ada keluarga yang menunggu dengan hati campur aduk antara harapan dan duka.
Makanya, miris juga kalau masih banyak pendaki yang nekat. Tanpa perhitungan, tanpa persiapan. Kadang naik gunung cuma karena FOMO atau demi update story Instagram atau TikTok.
Padahal, satu keputusan sembrono bisa jadi awal dari misi penyelamatan yang berat, atau lebih buruk lagi, evakuasi jenazah yang memilukan.
Jadi, yuk mulai peduli. Bukan cuma soal menjaga diri sendiri, tapi juga menghargai kerja luar biasa tim SAR. Mereka bukan Doraemon yang bisa datang dengan kantong ajaib. Mereka manusia biasa, yang kuat karena empati dan tekad.
Kalau kita bisa naik gunung dengan lebih bijak, mungkin mereka bisa lebih banyak senyum lega di basecamp, bukan berjibaku di tengah kabut membawa beban duka.
(mc/pd)