(Mounture.com) — Sebanyak 30 individu Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) dilepasliarkan ke habitatnya di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi, Jawa Barat. Pelepasliaran kukang jawa ini merupakan program kerjasama antara BBKSDA Jawa Barat, Balai TNGHS dan Yayasan IAR Indonesia.
Adapun ke-30 primata yang dilindungi dan terancam punah tersebut merupakan hasil serahan masyarakat secara sukarela melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan BKSDA Jakarta yang selanjutnya dititiprawatkan di Pusat Rehabilitasi Primata milik Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (Yayasan IAR Indonesia) di Bogor, Jawa Barat.
Program pelepasliaran ini, selain memberikan kesempatan kedua bagi Kukang hasil serahan, pelepasliaran primata endemik Jawa itu juga menjadi salah satu upaya untuk mendukung keberlangsungan proses ekologis di dalam kawasan konservasi, serta menjaga dan meningkatkan populasi jenis primata sebagai satwa endemik yang jumlahnya kian menurun.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Ahmad Munawir, mengatakan bahwa pelepasliaran Kukang ini terbagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 15 ekor sudah dilaksanakan pada Selasa, 12 Desember 2019 lalu, sedangkan tahap kedua sebanyak 15 ekor yang dilaksanakan pada Rabu, 18 Desember 2019.
Dia menjelaskan bahwa primata yang terancam punah akibat perdagangan dan pemeliharaan ilegal itu telah menjalani perawatan di Pusat Rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia, kaki Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
“Mengingat sebagian besar dari mereka merupakan kukang serahan yang kondisinya memang membutuhkan penanganan khusus untuk memulihkan perilaku alamiahnya agar mampu bertahan hidup kembali di alam bebas,” katanya di Bogor, Jawa Barat.
Lebih lanjut dia mengatakan kawasan TNGHS dipilih sebagai lokasi lepasliar berdasarkan penilaian kesesuaian habitat yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim dari Balai TNGHS dan Yayasan IAR Indonesia.
“Kawasan TNGHS memiliki ekosistem yang dinilai cocok sebagai tempat pelestarian dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup kukang dilihat dari aspek keamanan kawasan, ketersediaan pakan dan naungan, daya dukung habitat serta tingkat ancaman predator. Harapannya dengan pelepasliaran di kawasan TNGHS ini, Kukang-kukang itu dapat berkembang biak dan melangsungkan hidupnya dengan baik,” ujar dia.
Program pelepasliaran ini, kata Munawir, tidak hanya melibatkan tim dari Balai TNGH dan tim Yayasan IAR Indonesia, namun kami juga melibatkan masyarakat lokal di sekitar lokasi pelepasliaran dalam setiap prosesi program konservasi kukang ini, dimulai dari translokasi hingga monitoring.
“Keterlibatan ini juga tentu diharapkan agar mereka bisa menjaga dan melindungi kukang di habitatnya dari berbagai ancaman,” tukasnya.
Sementara Aris Hidayat, Manajer Operasional Yayasan IAR Indonesia mengatakan, satwa kukang yang akan dilepasliarkan ini telah menjalani proses dan tahapan yang panjang, dimulai dari karantina dan pemeriksaan medis guna memastikan mereka tidak mengidap penyakit, observasi perilaku, pengenalan pakan alami sampai mereka layak, dinyatakan sehat dan siap ditranslokasi untuk jalani habituasi.
Dia menerangkan, proses panjang ini harus mereka jalani untuk mengembalikan sifat liar alaminya. Tahap akhir sebelum pelaksanaan pelepasliaran adalah habituasi. Habituasi atau pembiasaan di rumah sementara adalah proses di mana kukang kukang tersebut ditempatkan disekitar lokasi pelepasliaran di area terbuka yang dikelilingi jaring dan fiber di dalam kawasan TNGHS.
Di area habituasi itu tumbuh berbagai jenis pepohonan untuk pakan alamiah dan naungan kukang. Proses habituasi ini memakan waktu selama sekitar dua minggu untuk memberikan waktu kukang tersebut beradaptasi dan mengenal lingkungan barunya.
“Selama masa habituasi ini, tim di lapangan tetap mengamati dan mencatat perkembangan mereka setiap malamnya. Jika selama masa habituasi semua kukang aktif dan tidak ada perilaku abnormal, maka barulah mereka benar-benar bisa dilepasliarkan ke alam bebas,” terang Aris. (MC/RIL)