Dari Biji Koro Benguk Jadi Mucuna Chips: Ketahanan Pangan Inklusif dari Difabel Kulon Progo

Tempe Benguk

Mounture.com — Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan yang adil dan berkelanjutan. Mengacu pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan berarti tersedianya pangan yang cukup, bergizi, aman, merata, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Namun, ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan pangan dalam jumlah besar. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, dibutuhkan benih berkualitas, inovasi berkelanjutan, serta keberagaman produksi agar masyarakat bisa mengakses pangan bergizi secara berkesinambungan.

Secercah Harapan dari Biji Koro Benguk

Di tengah tantangan krisis pangan, muncul secercah harapan dari sebuah desa di Kulon Progo, Yogyakarta. Sekelompok difabel yang tergabung dalam Kelompok Difabel Kalurahan (KDK) Santika membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berdaya.

Bersama BSI Maslahat, mereka mengubah biji koro benguk menjadi produk bergizi bernama Mucuna Chips. Dari dapur sederhana di Dusun Tegowanu, lahir cita rasa khas yang menjadi simbol bahwa ketahanan pangan bisa dibangun dari siapa saja, bahkan dari kelompok difabel.

KDK Santika berdiri pada tahun 2022 dan mulai mengembangkan usaha olahan benguk pada 2023. Nama Santika berasal dari akronim bahasa Jawa Sanajan Alpita Nir Tikel Ing Kaliagung, yang berarti “meski memiliki kekurangan, tetap bermanfaat di Kaliagung.” Filosofi ini menjadi semangat perjuangan kelompok yang beranggotakan 10 keluarga (34 jiwa).

BACA JUGA: The Coach Restaurant Resmi Dibuka di Jewel Changi Airport, Hadirkan Nuansa Steakhouse New York di Singapura

BSI Maslahat Dukung Pemberdayaan Berbasis Potensi Lokal

Program Mucuna Chips merupakan bagian dari pilar Mitra Umat BSI Maslahat yang fokus pada pemberdayaan UMKM dan desa. Melalui pelatihan, bantuan sarana usaha, dan jejaring pemasaran, anggota KDK Santika kini mampu mengelola usahanya secara mandiri.

Dampaknya nyata, pendapatan rata-rata penerima manfaat meningkat dari Rp1.271.000 menjadi Rp1.450.000 per bulan. Lebih dari sekadar peningkatan ekonomi, program ini menumbuhkan kepercayaan diri, kemandirian, dan semangat setara di tengah keterbatasan fisik.

Kisah Perjuangan di Balik Mucuna Chips

Salah satu pengurus KDK Santika, Bu Aris Widayanti, menjadi sosok yang memprakarsai ide pengolahan benguk.

“Alhamdulillah, teman-teman difabel bisa memproduksi dengan lebih baik dan hasilnya seragam dari hari ke hari,” ujarnya.

Kisah inspiratif juga datang dari Sukirdi (57 tahun), salah satu produsen Mucuna Chips. Sejak kecil ia menjadi difabel akibat kecelakaan. Dulu sulit mendapatkan pekerjaan layak, kini ia bangga bisa berkontribusi bagi keluarganya.

“Saya ingin terus berusaha agar kami para difabel bisa mandiri,” katanya penuh semangat.

BACA JUGA: Canon Indonesia Hadirkan EOS R Wedding Masterclass 2025 – 3 Stories, All in Sumatra

Mucuna Chips: Pangan Lokal, Gizi Global

Tempe benguk dan Mucuna Chips bukan sekadar produk lokal, tetapi juga sumber protein nabati tinggi yang menyehatkan dan ramah di kantong. Proses produksinya dilakukan telaten oleh para difabel, dari perebusan hingga penggorengan, menghasilkan cita rasa renyah khas nusantara.

Pemanfaatan bahan pangan lokal seperti biji koro benguk memiliki dampak strategis bagi ketahanan pangan nasional — mengurangi ketergantungan impor, memperkuat rantai pasok lokal, dan menumbuhkan ekonomi desa.

Menanam Harapan, Menuai Kemandirian

Ke depan, program pemberdayaan UMKM seperti ini membawa harapan baru bagi masa depan pangan Indonesia. Jika setiap daerah mampu mengolah potensi lokal dan melibatkan semua lapisan masyarakat, maka ketahanan pangan tidak lagi sekadar impian.

Dari sebutir biji koro benguk di Kulon Progo, lahir gerakan besar menuju ketahanan pangan yang berdaulat, inklusif, dan berkeadilan, karena sejatinya, setiap tangan yang berdaya membawa kemaslahatan bagi bangsa.

(mc/ril)