
Foto: wonderfulimages.kemenpar.go.id
Mounture.com — Dari sekian banyak tarian daerah di Indonesia, Tari Gandrung asal Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi salah satu yang paling memikat dan ikonik.
Tarian ini tak hanya menjadi identitas masyarakat Banyuwangi, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri.
Sejarah dan Makna Tari Gandrung
Dikutip dari laman Kementerian Pariwisata, disebutkan bahwa tari Gandrung memiliki makna mendalam sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Banyuwangi setelah masa panen. Kata “gandrung” berarti terpesona atau terpikat, menggambarkan kekaguman masyarakat terhadap Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran dalam kepercayaan tradisional Jawa.
Menurut catatan sejarah, Tari Gandrung pertama kali dibawakan oleh seorang perempuan bernama Semi. Tradisi ini kemudian diteruskan oleh adik-adiknya yang tampil dengan nama panggung berawalan “Gandrung.” Dari situlah tarian ini berkembang menjadi simbol budaya Banyuwangi yang hidup hingga kini.
Pada masa awal, hanya mereka yang berasal dari keluarga penari Gandrung yang boleh membawakan tarian ini. Namun sejak era 1970-an, tarian ini semakin inklusif, dilatih dan ditampilkan oleh banyak perempuan muda dari berbagai kalangan. Bahkan, bagi sebagian masyarakat, menjadi penari Gandrung menjadi sumber mata pencaharian sekaligus kebanggaan tersendiri.
Menariknya, dalam sejarahnya, Tari Gandrung sempat juga dibawakan oleh laki-laki yang berdandan seperti perempuan. Namun sejak tahun 1914, tradisi itu mulai ditinggalkan seiring berkembangnya pandangan sosial dan religius di masyarakat Banyuwangi.
BACA JUGA: 10 Gunung Terindah di Provinsi Lampung yang Wajib Dikunjungi Pendaki
Keindahan Gerak dan Makna Filosofis
Tari Gandrung dikenal dengan gerakan anggun dan penuh ekspresi, memadukan gerak tangan, kaki, dan bahu secara harmonis. Setiap gerak memiliki makna simbolis: lembutnya tangan mencerminkan rasa syukur dan penghormatan, sedangkan langkah kaki yang dinamis melambangkan kerja keras serta keteguhan hati.
Pada masa penjajahan, Tari Gandrung bahkan menjadi simbol perjuangan dan perlawanan rakyat Banyuwangi. Di balik keindahan geraknya, tersimpan semangat patriotisme dan pesan moral yang kuat tentang cinta tanah air dan kebersamaan.
Kini, dalam setiap pementasan besar, ratusan penari tampil serempak membentuk harmoni gerak yang memukau. Lebih dari sekadar hiburan, Tari Gandrung menjadi simbol keterhubungan manusia dengan alam, spiritualitas, dan rasa syukur terhadap kehidupan.
Festival Gandrung Sewu 2025: Perayaan Budaya Penuh Warna
Untuk melestarikan warisan ini, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi setiap tahun menggelar Festival Gandrung Sewu di Pantai Boom, dengan panorama Selat Bali sebagai latar panggungnya. Ribuan penari Gandrung tampil bersama, menciptakan pertunjukan spektakuler yang sarat makna.
Tahun ini, Festival Gandrung Sewu 2025 akan digelar pada 23–25 Oktober 2025 dengan tema “Selendang, Sang Gandrung.” Tema ini menggambarkan keanggunan dan semangat perempuan Banyuwangi sebagai penjaga budaya serta lambang keindahan yang mengikat masyarakat dalam kebersamaan.
Festival ini bukan hanya ajang seni, tetapi juga wadah untuk memperkuat identitas budaya dan semangat gotong royong masyarakat Banyuwangi. Ribuan penari yang bergerak serempak menjadi simbol harmoni, bahwa keberhasilan sebuah komunitas lahir dari kebersamaan, bukan dari individu semata.
(mc/ril)





