Mounture.com — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Republik Indonesia melakukan evaluasi total dan tata ulang pengelolaan wisata pendakian gunung di Indonesia.
Langkah ini diambil menyusul semakin kompleksnya persoalan pendakian, mulai dari keselamatan pendaki, manajemen kawasan, hingga sarana prasarana.
Pendakian gunung di Indonesia kini diarahkan pada standar baru yang lebih ketat, dengan fokus pada Zero Waste dan Zero Accident. Kedua prinsip ini bukan hanya sekadar jargon, tetapi menyangkut tata kelola pendakian secara menyeluruh.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menegaskan pentingnya keselamatan pendaki dan kelestarian alam dalam wisata pendakian.
“Setiap nyawa harus dilindungi dengan sistem keselamatan yang kuat, dari awal perjalanan hingga turun kembali. Pendakian bukan mass tourism, melainkan ekowisata yang berorientasi konservasi. Karena itu sistem keselamatan dan keamanan pendakian harus dibenahi secara terpadu,” ujarnya.
BACA JUGA: Desa Wisata Pujon Kidul: Pesona Alam, Kopi Sawah, dan Aktivitas Seru di Malang
Prinsip Zero Waste dimaknai lebih dari sekadar membawa turun sampah, tetapi juga meliputi pengolahan sampah pendakian, pembenahan jalur, hingga manajemen pendakian. Sementara Zero Accident tidak hanya menekan angka insiden, namun juga memastikan adanya mitigasi risiko yang sistematis.
Kementerian Kehutanan telah menyiapkan Modul SOP Pengelolaan Wisata Pendakian Gunung di kawasan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. Modul ini berfungsi sebagai pedoman nasional untuk pengelolaan pendakian.
Salah satu poin penting dalam SOP adalah penetapan grading jalur pendakian berbasis risiko, yang akan menjadi acuan dalam menentukan tingkat kesulitan jalur pendakian di seluruh Indonesia.
BACA JUGA: Desa Wisata Karangrejo: Pesona Alam, Budaya, dan Bukit Setumbu di Dekat Borobudur
Penilaian jalur dilakukan dengan pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) yang mencakup empat dimensi:
– Morfologi: kemiringan lereng, jenis medan, panjang jalur, ketinggian.
– Geografi: aksesibilitas, paparan bahaya alam, navigasi jalur.
– Meteorologi: curah hujan, suhu rata-rata, angin, dan kabut.
– Biologi: keberadaan satwa liar dan vegetasi beracun.
Metode ini memastikan jalur pendakian dinilai secara ilmiah, sehingga pengelola dapat menyiapkan strategi keamanan dan mitigasi yang tepat.
Beberapa poin utama dalam SOP baru pendakian gunung adalah:
1. Grading jalur pendakian untuk menentukan tingkat kesulitan di seluruh Indonesia.
2. Modul SOP Pendakian sebagai pedoman nasional pengelolaan pendakian.
3. SOP Rinjani Baru, yang menjadikan pendakian lebih ketat demi keamanan dan keselamatan pendaki.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas wisata pendakian gunung, sekaligus menjaga kelestarian alam dan keselamatan para pendaki.
(mc/ril)