
Foto: Badan Otorita Borobudur
Mounture.com — Tidak lengkap rasanya berkunjung ke Kota Yogyakarta tanpa menyempatkan diri singgah di Tugu Pal Putih, salah satu landmark paling ikonik sekaligus simbol historis kota budaya ini.
Terletak di pusat persimpangan Jalan Jenderal Sudirman, Marga Utama, Diponegoro, dan AM Sangaji, tugu berwarna putih ini telah menjadi destinasi wajib wisatawan serta spot favorit untuk berfoto.
Sejarah Tugu Pal Putih Yogyakarta
Tugu Pal Putih pertama kali dibangun pada 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Keraton Yogyakarta. Pada masa awal pendiriannya, tugu ini memiliki nilai filosofis dan magis karena menjadi simbol garis imajiner yang menghubungkan Keraton Yogyakarta – Gunung Merapi – Laut Selatan.
Bentuk awal Tugu Pal Putih menyerupai silinder dengan puncak berbentuk bulat. Karena bentuk tersebut, masyarakat menyebutnya sebagai Tugu Golong Gilig.
Ketinggian tugu mencapai sekitar 25 meter, dan berfungsi sebagai penanda arah ketika Sultan Hamengku Buwono I melakukan meditasi menuju Puncak Merapi.
Namun, pada 1867, tugu runtuh akibat gempa besar yang mengguncang wilayah Yogyakarta. Dua dekade kemudian, tepatnya pada 1889, pemerintah kolonial Belanda melakukan renovasi total.
Bentuk tugu diubah menjadi persegi, dengan puncak spiral meruncing dan tambahan prasasti di setiap sisinya, bentuk yang bertahan hingga sekarang.
BACA JUGA: Desa Pemuteran Bali Raih Penghargaan Best Tourism Village 2025 dari UN Tourism
Menurut penjelasan dari laman Badan Otorita Borobudur, Tugu Pal Putih bukan hanya simbol arsitektur, tetapi juga elemen penting dalam sumbu filosofis Yogyakarta, yang menggambarkan hubungan manusia, alam, dan Sang Pencipta.
BOB menegaskan bahwa garis imajiner yang membentang dari Merapi–Keraton–Laut Selatan merupakan warisan tata ruang budaya Jawa yang masih dijaga hingga hari ini.
Berikut ini beberapa fakta menarik di balik Tugu Pal Putih:
1. Menjadi Sumbu Filosofis Yogyakarta
Tugu ini merupakan titik penting dalam garis imajiner sakral. Saat Sultan bermeditasi, tugu menjadi panduan konsentrasi yang mengarah ke Gunung Merapi. Nilai filosofis inilah yang menjadikannya bagian dari narasi budaya Yogyakarta.
2. Dibangun Ulang oleh Belanda Tahun 1889
Renovasi yang dilakukan pada masa Sultan Hamengku Buwono VII mengubah bentuk tugu menjadi seperti saat ini, persegi dengan puncak meruncing. Perubahan ini membuat bentuk golong gilig yang asli tidak dipertahankan.
3. Ditetapkan sebagai Cagar Budaya
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata telah menetapkan Tugu Pal Putih sebagai bagian dari Cagar Budaya Nasional. Nilai sejarah, arsitektur, dan filosofinya menjadi alasan utama pelestariannya.
4. Tingginya Menyusut 10 Meter
Awalnya tugu memiliki tinggi 25 meter. Setelah runtuh akibat gempa, tinggi tugu berkurang menjadi sekitar 15 meter hingga kini.
(mc/ril)





