
Mounture.com — Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi komunitas pendaki Indonesia. Gerakan “Naik Gunung Sambil Donasi” kian populer di berbagai daerah, mengubah cara masyarakat memandang kegiatan mendaki gunung. Kini, pendakian bukan hanya tentang menaklukkan puncak, tetapi juga tentang menebar manfaat bagi sesama dan menjaga alam.
Melalui gerakan sosial ini, para pendaki menggalang dana untuk berbagai tujuan mulia — mulai dari bantuan pendidikan bagi anak-anak di daerah sekitar gunung, dukungan bagi masyarakat terdampak bencana alam, hingga program pelestarian lingkungan. Pendakian menjadi simbol bahwa kecintaan terhadap alam bisa sejalan dengan nilai kemanusiaan dan solidaritas.
Menurut sejumlah komunitas pecinta alam, ide “Naik Gunung Sambil Donasi” lahir dari keinginan sederhana: menjadikan hobi mendaki sebagai sarana berbagi. Berbagai kegiatan seperti ekspedisi amal, pendakian bersama, dan kampanye kebersihan gunung digelar secara kolektif.
Tak sedikit pendaki muda yang terlibat dalam program ini. Mereka mengumpulkan donasi sebelum pendakian, lalu menyerahkan hasilnya kepada komunitas lokal atau sekolah di sekitar gunung. Hal ini menunjukkan bahwa pendaki bukan hanya penikmat alam, tapi juga agen perubahan sosial yang aktif membangun masyarakat pegunungan.
BACA JUGA: Mengulik Daya Tarik Gunung Prau: Sunrise Terindah di Negeri Awan
Konsep “Naik Gunung Sambil Donasi” bukan hanya tentang memberi uang, tetapi juga soal menanamkan empati terhadap lingkungan dan manusia.
Banyak komunitas kini menggabungkan aksi sosial dengan kegiatan konservasi, seperti penanaman pohon, bersih gunung, hingga edukasi sampah bagi pendaki pemula.
Dengan demikian, gerakan ini tak hanya membantu masyarakat sekitar, tetapi juga mendorong kesadaran akan pentingnya pendakian berkelanjutan.
Di tengah isu perubahan iklim dan kerusakan alam, kegiatan ini menjadi bentuk nyata tanggung jawab sosial dari para pendaki Indonesia.
“Naik Gunung Sambil Donasi” adalah ajakan terbuka bagi siapa pun yang mencintai alam dan ingin berbuat baik. Setiap langkah di jalur pendakian kini bisa memiliki makna lebih dalam — tidak hanya menuju puncak, tapi juga menuju kepedulian terhadap sesama dan bumi.
Dengan semangat gotong royong dan cinta alam, gerakan sosial ini diharapkan terus tumbuh di tahun 2025 dan seterusnya, menjadi warisan moral bagi generasi pendaki berikutnya.
(mc/ril)





