
Foto: Instagram/@dodiktw
Mounture.com — Di dunia pendakian Indonesia, ada satu nama yang hampir selegendaris gunung yang ia tinggali yaitu Mbok Yem.
Buat para pendaki Gunung Lawu, khususnya yang lewat jalur Candi Cetho atau Cemoro Sewu, nama Mbok Yem bukan sekadar penjual makanan tapi dia adalah ikon, saksi bisu ribuan perjalanan menuju puncak.
Lebih dari 30 Tahun Menjaga Puncak
Sudah lebih dari tiga dekade Mbok Yem membuka warung sederhana di puncak Lawu, sekitar 3.265 meter di atas permukaan laut.
Bayangkan, ketika kebanyakan orang mendaki hanya untuk sehari atau dua hari, ia tinggal di sana hampir sepanjang tahun. Ia menyulap dingin yang menggigit, kabut tebal, dan badai kecil menjadi teman sehari-hari.
Warungnya bukan cuma tempat makan, ia adalah oase kecil tempat para pendaki bisa istirahat, menghangatkan badan, dan mengisi energi.
Di antara semangkuk mie rebus hangat, teh manis, atau nasi pecel sederhana, Mbok Yem menanamkan sesuatu yang lebih mahal dari makanan, yakni kehangatan manusia.
BACA JUGA: Ransum Tentara: Solusi Praktis dan Bergizi untuk Pendakian Gunung
Logistik Bukan Soal Mudah
Jangan bayangkan stok makanan itu datang pakai mobil atau helikopter. Semua bahan yang dijual di warungnya, mulai dari mie instan, sayur, beras, hingga air galon, dibawa naik ke puncak secara manual, entah dipanggul, atau dibantu porter.
Kadang, dalam musim sepi, ia harus berjibaku sendiri mengangkut barang, bertarung dengan tanjakan curam dan kabut tipis yang licik. Ini bukan sekadar soal bisnis. Ini tentang dedikasi, tentang bertahan di tempat orang lain hanya sesekali singgah.
BACA JUGA: Perempuan di Gunung: Merayakan Semangat Kartini

Foto Tangkapan Layar – Foto: instagram/@alfan_frds
Sosok di Balik Warung
Siapa sebenarnya Mbok Yem? Nama lengkapnya Wakiyem, tapi semua orang memanggilnya Mbok Yem. Sosok sederhana, dengan suara lembut dan senyum abadi.
Konon katanya, ia dulu ikut orang tuanya berdagang di kawasan pegunungan. Lambat laun, ia menemukan ritme hidupnya sendiri, yaitu menjaga puncak Lawu, menjaga jalur pendakian, menjaga cerita.
Lebih dari Sekadar Warung
Buat banyak pendaki, ia adalah penjaga ruh Gunung Lawu. Ketika malam dingin menggigit tulang, warung kecil itu jadi tempat perlindungan. Ketika tubuh lelah dan hampir menyerah, sapaan hangatnya seperti menyuntikkan tenaga baru.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Mbok Yem?
– Tentang kesederhanaan: Kadang, secangkir teh lebih penting dari sinyal 5G.
– Tentang keteguhan: Menjaga mimpi, bahkan di tengah badai.
– Tentang memberi: Makanan sederhana bisa jadi penyelamat jiwa di puncak.
Mbok Yem adalah bukti hidup bahwa legenda bukan hanya soal menaklukkan alam, tapi tentang menanamkan rasa di hati orang lain.
Dan selama Gunung Lawu masih berdiri, selama para pendaki masih mendaki dengan napas yang berat tapi hati yang ringan, kisahbya akan terus mengalir, seperti kabut di antara cemara.
Kini, ia telah tiada, tepat pada 23 April 2025, namun namanya bakal selalu dikenang oleh para pendaki gunung yang pernah ataupun belum pernah ke Gunung Lawu. Selamat tinggal Mbok Yem..
(mc/pd/ril)