Dampak Negatif Terlalu Sering Berhenti saat Mendaki Gunung, Pendaki Perlu Waspada

Mounture.com — Mendaki gunung merupakan aktivitas yang menantang fisik dan mental. Namun, banyak pendaki pemula yang sering melakukan kesalahan umum, salah satunya terlalu sering berhenti saat mendaki.

Meski istirahat penting untuk memulihkan tenaga, berhenti terlalu sering justru dapat menimbulkan dampak negatif bagi tubuh maupun ritme pendakian.

Menurut para instruktur pendakian, berhenti terlalu sering dapat menyebabkan tubuh kehilangan ritme dan keseimbangan pernapasan. Akibatnya, otot kaki lebih cepat lelah, karena tubuh harus terus beradaptasi antara kondisi diam dan bergerak kembali di jalur menanjak.

Selain itu, denyut jantung yang tidak stabil membuat tubuh bekerja lebih keras setiap kali melanjutkan perjalanan. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko kram otot, pusing, atau bahkan hipotermia ringan jika istirahat dilakukan terlalu lama di area dengan suhu rendah.

BACA JUGA: Gunung Arjuno Welirang dan Bukit Lincing Ditutup Sementara untuk Pemulihan Ekosistem

Dari sisi waktu tempuh, sering berhenti juga membuat pendaki kehilangan momentum dan fokus, sehingga perjalanan menjadi lebih lama dan melelahkan.

Dalam kondisi ekstrem, kebiasaan ini dapat menyebabkan pendaki tiba di pos berikutnya setelah gelap, yang meningkatkan risiko keselamatan.

Agar tetap aman dan efisien, disarankan untuk mengatur ritme jalan secara stabil dengan istirahat singkat setiap 30–45 menit. Pendaki juga perlu memperhatikan asupan air dan energi agar stamina tetap terjaga tanpa harus sering berhenti di jalur.

Menjaga konsistensi langkah bukan hanya meningkatkan performa, tetapi juga membantu tubuh beradaptasi dengan ketinggian dan tekanan udara di pegunungan.

Dengan manajemen waktu dan tenaga yang tepat, pendakian bisa menjadi pengalaman yang lebih nyaman, aman, dan menyenangkan.

(mc/ril)