Mounture.com — Setiap 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan hari besar yang menjadi tonggak sejarah, yaitu Hari Kemerdekaan. Di berbagai penjuru negeri, semangat merah putih berkibar: dari upacara formal, perlombaan rakyat, hingga konser musik.
Namun bagi sebagian orang, terutama para pendaki gunung, cara memaknai kemerdekaan bisa sangat berbeda yaitu bukan di lapangan upacara, tapi di lereng-lereng terjal dan di puncak-puncak tertinggi negeri ini.
Sebagai pendaki gunung, saya percaya bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya soal terbebas dari penjajahan secara fisik, tetapi juga tentang kebebasan berpikir, bergerak, dan bermimpi.
Di setiap langkah kaki menuju puncak, terselip pelajaran tentang arti kemerdekaan, melawan rasa lelah, melawan rasa takut, dan menaklukkan keterbatasan diri sendiri.
BACA JUGA: Rekomendasi Event Seru Bulan Agustus 2025 untuk Liburan di Indonesia
Gunung selalu memberi ruang sunyi yang memaksa kita berdialog dengan diri sendiri. Di sanalah, saya belajar bahwa perjuangan itu bukan sekadar masa lalu yang dibaca dalam buku sejarah, tetapi juga hal yang masih harus diperjuangkan setiap hari.
Perjuangan menjaga alam, memperjuangkan akses yang adil untuk generasi mendatang, hingga memperjuangkan nilai gotong royong yang menjadi identitas bangsa.
Setiap kali kibaran merah putih terpasang di puncak gunung pada tanggal 17 Agustus, ada haru yang tak bisa dijelaskan. Bukan karena hanya berhasil mencapai ketinggian, tetapi karena sadar bahwa negeri ini terlalu indah untuk dilukai, terlalu kaya untuk diabaikan, dan terlalu berharga untuk tidak dijaga.
Kemerdekaan bukanlah hadiah. Ia adalah amanah. Dan di mata pendaki, amanah itu tercermin dari setiap jejak langkah yang bertanggung jawab, dari setiap sampah yang dipungut, dan dari setiap rasa syukur atas indahnya tanah air yang kita pijak.
Mari, rayakan kemerdekaan bukan hanya dengan seremonial semata, tapi dengan komitmen nyata menjaga alam Indonesia. Karena cinta tanah air, bisa dimulai dari mencintai jalur-jalur pendakian yang kita lewati. Karena merdeka, juga berarti bebas dari sifat merusak, dan memilih untuk bertumbuh menjadi manusia yang lebih bijak.
(mc/ls)